Senin, 10 Oktober 2011

demi waktu

Don't let the pain gain

Then here you come.....

when the heart pain
Been ignored for long time
Been hurt over and over

then here you come.....

come in the right time
come in the special moment

then here you come...
offering your heart to be mine

then here I come....
and just can say...
don't let the pain gain....

Jejak pada Pagi

Kaki kaki dingin melangkah
Tinggalkan semburat pijak

Pada pagi yang belum terang
Pori kulit masih menggigil
dan embun masih menggelayut
enggan ia terjatuh

Demi ufuk yang masih malu bersua
dengan kami di pesisir ini
Warna kuning nya menghias langit pagi
namun belum mengusir sepi

Demi embun yang masih ingin tertidur
demi nafas yang masih berasap
Kami disini menunggu sinar
Pada pagi yang masih gelap

Aku dengan tangan yang menggenggamnya
Aku yang tengah bersandar di pundaknya

Mata ini ingin terlelap
Pada pagi yang masih gelap
Tangan ini ingin mendekap
Bahu itu yang masih tegap

Demi fajar yang sedang kami nanti
di pesisir pagi ini
Dengan alunan lagu ombak
karena kami tengah di pasir

Air laut menyentuh kaki kami
Buihnya lembut mencium kaki
Kaki kami merasa dingin oleh air asin

Kamu bilang aku mentarimu
Dan aku bilang kamu cahaya kuning di mentari itu
Cantik, indah pula
Memberi warna yang merona

Kamu bilang akan tetap menjabat tangan ini
Aku bilang,
Tak akan ku lepas sampai nanti...

Kata-kata ini
Kelak harus kau ingat
sebagai jejak pada pagi

Embun dan Ilalang

 










Bening embun menggelayut di ujung daun
Bertengger di tepi hijaunya

Dahan itu masih selalu menopang ranting
Bertengger kumbang di atasnya
Warnanya merah dan hitam
Bulat bentuknya

Embun itu kini jatuh tepat pada ilalang
dibawahnya
menelungkup tertunduk ilalang itu pada tanah
rengkuh badan sebab sang embun

melihatnya sejenak terfikir

aku ilalang
dan kamu embun

aku makhluk pendiam
aku goyang jika angin meniupku
aku bebas lepas tak ada yang mengikat
aku sudah diam di kaki pohon sedari lama
meski aku hanya sendiri

kamu embun bening penyejuk pagi
kamu buih alam menggambarkan dingin ditengah bara
kamu bergelayut berpindah tempat dari sana ke sini
kamu indah menggugah setiap pandangan mata

aku ilalang selalu goyang
kamu embun selalu tak tetap
aku ilalang tak pernah tak diterpa angin
kamu embun, sempurna di mata namun rapuh
aku ilalang mandiri namun aku sepi
kamu embun, satu namun menyatu

ketika embun menyentuh ilalang
ia seolah menemukan tempat bernaung yang tepat
ketika embun tiba di tangkai sang ilalang
ia menyambut seolah telah lama menunggu kesejukannya
keduanya saling menemukan
keduanya saling merengkuh
karena keduanya memang butuh
karena keduanya memang menyeluruh
karena keduanya memang rapuh, tanpa satu sama lain

kamu embun yang sejuk namun rapuh
dan aku ilalang yang bebas namun sepi
kita rapuh tanpa satu sama lain

*dedicated for my best part of my life, my sustainer...a poem with love
Ahmad Imanul Adzqia
 

Kamu

Menuju cinta aku digenggam mu
Berbekal rasa aku bersamamu
Bermandikan asa dan harap aku di sisimu
Berpegangan tangan kita melangkah manuju satu

Cinta ingin kini sebening kristal
Merona merah bertabur jingga
Meluap buih bagaikan ombak berwarna petal
Menyisir pantai kaki kita berdua

Semoga setiap rongga jari ini akan tetap begini
Saling berkait terus membimbing
lengan pun tak pernah ingin mengasing
Memadu dalam satu genggaman jemari

Kaki kita semoga tak berat melangkah
Ke tempat indah yang pernah singgah
sempat singgah dalam mimpi

Sayang, jangan lepas genggaman mu
Biarkan jemari ku tetap bersemayam disitu
Sama sama menggenggam
Agar kebersamaan kita seindah pualam

Aku tak akan lelah disampingmu
Aku tak akan jengah bepanut padamu
Genggam tanganku tanpa peluh
Jangan lepas ia dan bertukar labuh  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar