Senin, 17 Oktober 2011

analisis wacana - paradigma kritis -media massa?

Analisis Wacana

Wacana adalah kata yang sering dipakai masyarakat dewasa ini. Banyak pengertian yang merangkai kata wacana ini. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama dalam hubungan konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Sedangkan menurut Michael Foucault (1972), wacana; kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan.
Menurut Eriyanto (Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media), Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) -- Analisis Isi (kuantitatif)
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. --Analisis Framing (bingkai)
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).

Paradigma Kritis

Everett M. Roger, seperti dikutip oleh Eriyanto, mengemukakan bahwa “media bukanlah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok dominan.” Saya memahami pernyataan Everett M. Roger bahwa media memiliki kemungkinan besar dikuasai oleh kelompok berkuasa atau kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan.
Menurut Eriyanto ada beberapa pertanyaan yang muncul dari sebuah paradigma kritis. Yaitu: siapa yang mengontrol media? Kenapa ia mengontrol? Keuntungan apa yang bisa diambil dengan kontrol tersebut? Kelompok mana yang tidak dominan dan menjadi obyek pengontrolan?
Mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting? Karena paradigma kritis ini percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan, bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Sehingga jawaban yang diharapkan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol suatu proses komunikasi.
Menurut Horkheimer, seperti dikutip Eriyanto, salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini. Karena kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif dan bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak.
Mengenai paradigma kritis, Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan: “Perkembangan teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa (Marxis) cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi Eropa berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene adalah penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi khalayak adalah konsumer pasif media massa. Dengan kata lain, fenomena komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau sebatas transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks) berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.”
Dari pernyataan yang diberikan Stephen W. Littlejohn dan Everett M. Roger mengenai paradigma kritis, saya dapat menyimpulkan bahwa media merupakan sebuah alat penyebaran ideologi kelas dominan (para penguasa maupun pemilik modal). Sehingga komunikasi didefinisikan sebagai sarana pertukaran pesan yang bertujuan memproduksi makna tertentu, dimana komunikasi tersebut tentunya mewakili kepentingan kelompok dominan.
Menurut Stuart Hall, paradigma kritis bukan hanya mengubah pandangan mengenai realitas yang dipandang alamiah oleh kaum pluralis, tetapi juga berargumentasi bahwa media adalah kunci utama dari sebuah pertarungan kekuasaan. Karena melalui media, nilai-nilai kelompok dominan dimapankan, dibuat berpengaruh, dan menentukan apa yang diinginkan oleh khalayak.Dalam proses pembentukan realitas, Stuart Hall menekankan pada dua titik, yaitu bahasa dan penandaan politik. Penandaan politik disini diartikan sebagai bagaimana praktik sosial dalam membentuk makna, mengontrol, dan menentukan makna. Menurut Hall, media berperan dalam menandakan peristiwa atau realitas dalam pandangan tertentu, dan menunjukkan bagaimana kekuasaan ideologi di sini berperan – karena ideologi menjadi bidang di mana pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat.

Media massa

Menurut Alex Sobur, media (pers) sering disebut banyak orang sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini terutama disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dapat dimainkan oleh media dalam kaitannya dengan pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat. Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial-budaya dan politik. Oleh karena itu, dalam konteks media massa sebagai institusi informasi, Karl Deutsch, menyebutnya sebagai “urat nadi pemerintah” (the nerves of government).
Alex Sobur sendiri mendefinisikan media massa sebagai: “Suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris.”
Berdasarkan pendefinisian media massa menurut Alex Sobur, saya memahami bahwa media massa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyebarkan pendapat umum (opini publik) dari pihak-pihak dominan, misalnya saja pemerintah. Biasanya kelompok dominan menggunakan media massa untuk melakukan pengkonstruksian realitas yang berujung pada upaya legitimasi masyarakat terhadap suatu wacana.
Louis Althusser, menulis bahwa, “Media, dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai saran legitimasi. Media massa sebagimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus).”
Namun, pandangan Althusser tentang media ini dianggap Antonio Gramsci, dalam Al-Zastrouw, mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci, media merupakan arena pergulatan antarideologi yang saling berkompetisi (the battle ground for competing ideologies).
Antonio Gramsci dalam Alex Sobur melihat, “Media sebagai ruang di mana berbagai ideologi di representasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.”
Dari semua penjabaran mengenai media massa, saya menyimpulkan, media massa merupakan alat atau sarana penyebaran ideologi kelompok dominan, alat legitimasi, dan alat kontrol sosial atas wacana publik. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya praktek diskursif oleh media terhadap kelompok-kelompok marjinal, yang ditekan oleh kelompok dominan (penguasa). Bahkan, praktek diskursif tadi dapat dimanfaatkan media sebagai alat legitimasi atau pembenaran-pembenaran terhadap suatu konteks permasalahan yang tidak sesuai dengan ideologi dominan.
Alex Sobur berpendapat, bahwa isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Begitu juga media cetak, isi media cetak menggunakan teks dan bahasa.Guy Cook menyebut tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yaitu teks, konteks, dan wacana. Eriyanto kemudian menjelaskan ketiga makna tersebut, “Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi. Wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.”
Dari penjelasan diatas, saya memahami bahwa teks memiliki peranan yang signifikan dalam pembentukan wacana.
Menurut Ibnu Hamad, benar bahwa unsur utama dalam konstruksi realitas adalah bahasa. Kemudian ia mengutip dari Giles dan Wiemann, “bahasa (teks) mampu menentukan konteks”. Karena lewat bahasa disini orang mencoba mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasaannya) melalui pemilihan kata yang secara efektif mampu memanipulasi konteks.
Namun, menurut Hotman M. Siahaan: “Bahasa tak dapat dipandang sebagai alat komunikasi atau sebuah sistem kode atau nilai yang secara wewenang menunjuk sesuatu realitas monolitik. Bahasa merupakan bahasa sosial dan bukan sesuatu yang netral atau konsisten, melainkan partisipan dalam proses tahu, budaya, dan politik. Bahasa bukan merupakan sesuatu yang transparan, yang menangkap dan memantulkan segala sesuatu diluarnya secara jernih. Secara sosial, terikat bahasa dikonstruksi dan direkonstruksi dalam kondisi khusus dan setting sosial tertentu dan bukan semata tertata menurut hukum yang diatur secara alamiah dan universal. Karenanya sebagai representasi hubungan sosial tertentu, bahasa senantiasa membentuk subyek-subyek, strategi-strategi, dan tema-tema wacana atau diskursus tertentu.”
Norman Fairclough melihat bahasa sebagai praktek kekuasaan. Karena bahasa secara sosial dan historis dianggap sebagai bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Sehingga dalam menganalisis wacana, Fairclough memusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, saya menyimpulkan bahwa bahasa tidak hanya sebagai bahasa verbal, melainkan juga sebagai sebuah kegiatan sosial yang tidak netral dan tidak konsisten. Dalam konteks sosial, bahasa dapat dikonstruksi ataupun direkonstruksi pada kondisi dan setting sosial tertentu.
Untuk kalangan kritis (critical), bahasa dipandang sebagai alat perjuangan kelas. Makna dalam hal ini tidak ditentukan oleh struktur realitas, melainkan oleh kondisi ketika pemaknaan dilakukan melalui praktek sosial, dimana terdapat peluang yang sangat besar bagi terjadinya pertarungan kelas dan ideologi.

Senin, 10 Oktober 2011

Dari

dari kerendahan hati ku
dari mata yang menuntunku
dari jantung yang membawaku
dari tangan yang akan menggenggammu
dari kaki membawa ku padamu
dari jiwa dan perasaan yang mencintai dan menyayangimu
dari seluruh jiwa dan ragaku yang di ciptakan Tuhan
dari Tuhan aku mengenalmu
dari Tuhan aku di beri waktu
dari Tuhan aku tahu
dari semua yang ada dalam jiwa dan ragaku bahwa ku benar-benar mencintaimu dan akan menyayangimu dengan sepenuh perasaanku

demi waktu

Don't let the pain gain

Then here you come.....

when the heart pain
Been ignored for long time
Been hurt over and over

then here you come.....

come in the right time
come in the special moment

then here you come...
offering your heart to be mine

then here I come....
and just can say...
don't let the pain gain....

Jejak pada Pagi

Kaki kaki dingin melangkah
Tinggalkan semburat pijak

Pada pagi yang belum terang
Pori kulit masih menggigil
dan embun masih menggelayut
enggan ia terjatuh

Demi ufuk yang masih malu bersua
dengan kami di pesisir ini
Warna kuning nya menghias langit pagi
namun belum mengusir sepi

Demi embun yang masih ingin tertidur
demi nafas yang masih berasap
Kami disini menunggu sinar
Pada pagi yang masih gelap

Aku dengan tangan yang menggenggamnya
Aku yang tengah bersandar di pundaknya

Mata ini ingin terlelap
Pada pagi yang masih gelap
Tangan ini ingin mendekap
Bahu itu yang masih tegap

Demi fajar yang sedang kami nanti
di pesisir pagi ini
Dengan alunan lagu ombak
karena kami tengah di pasir

Air laut menyentuh kaki kami
Buihnya lembut mencium kaki
Kaki kami merasa dingin oleh air asin

Kamu bilang aku mentarimu
Dan aku bilang kamu cahaya kuning di mentari itu
Cantik, indah pula
Memberi warna yang merona

Kamu bilang akan tetap menjabat tangan ini
Aku bilang,
Tak akan ku lepas sampai nanti...

Kata-kata ini
Kelak harus kau ingat
sebagai jejak pada pagi

Embun dan Ilalang

 










Bening embun menggelayut di ujung daun
Bertengger di tepi hijaunya

Dahan itu masih selalu menopang ranting
Bertengger kumbang di atasnya
Warnanya merah dan hitam
Bulat bentuknya

Embun itu kini jatuh tepat pada ilalang
dibawahnya
menelungkup tertunduk ilalang itu pada tanah
rengkuh badan sebab sang embun

melihatnya sejenak terfikir

aku ilalang
dan kamu embun

aku makhluk pendiam
aku goyang jika angin meniupku
aku bebas lepas tak ada yang mengikat
aku sudah diam di kaki pohon sedari lama
meski aku hanya sendiri

kamu embun bening penyejuk pagi
kamu buih alam menggambarkan dingin ditengah bara
kamu bergelayut berpindah tempat dari sana ke sini
kamu indah menggugah setiap pandangan mata

aku ilalang selalu goyang
kamu embun selalu tak tetap
aku ilalang tak pernah tak diterpa angin
kamu embun, sempurna di mata namun rapuh
aku ilalang mandiri namun aku sepi
kamu embun, satu namun menyatu

ketika embun menyentuh ilalang
ia seolah menemukan tempat bernaung yang tepat
ketika embun tiba di tangkai sang ilalang
ia menyambut seolah telah lama menunggu kesejukannya
keduanya saling menemukan
keduanya saling merengkuh
karena keduanya memang butuh
karena keduanya memang menyeluruh
karena keduanya memang rapuh, tanpa satu sama lain

kamu embun yang sejuk namun rapuh
dan aku ilalang yang bebas namun sepi
kita rapuh tanpa satu sama lain

*dedicated for my best part of my life, my sustainer...a poem with love
Ahmad Imanul Adzqia
 

Kamu

Menuju cinta aku digenggam mu
Berbekal rasa aku bersamamu
Bermandikan asa dan harap aku di sisimu
Berpegangan tangan kita melangkah manuju satu

Cinta ingin kini sebening kristal
Merona merah bertabur jingga
Meluap buih bagaikan ombak berwarna petal
Menyisir pantai kaki kita berdua

Semoga setiap rongga jari ini akan tetap begini
Saling berkait terus membimbing
lengan pun tak pernah ingin mengasing
Memadu dalam satu genggaman jemari

Kaki kita semoga tak berat melangkah
Ke tempat indah yang pernah singgah
sempat singgah dalam mimpi

Sayang, jangan lepas genggaman mu
Biarkan jemari ku tetap bersemayam disitu
Sama sama menggenggam
Agar kebersamaan kita seindah pualam

Aku tak akan lelah disampingmu
Aku tak akan jengah bepanut padamu
Genggam tanganku tanpa peluh
Jangan lepas ia dan bertukar labuh  

Senin, 03 Oktober 2011

gelombang seroja

detak jantung ini seakan susah sekali menghela nafas
rorok yang ku pegang tak kuasa ku genggam
fikiran ku melayang jauh ke padang
tak berpijak pada isyarat jauh tak bisa ku pandang di langit biru
segenggang bongkahan jiwa kaku tak tahu harus mengapa

sandaran sebuah arti "apa " knp "

"apa"
"knp"
kalian sebuah pertanyaan
kalian syarat akan makna
kalian mempunyai sebuah imajenasi
dalam diri mu punya arti
tidak hanya sebuah arti
arti yang sangat singkat
tapi begitu berarti
sehingga aku terkesan
yang tidak bisa ku utarakan
karna ku tak mampu menjawabnya
walaupun beribu buku ku baca
berjuta halaman ku balik
berbagai guru ku jajaki
tapi ku tak bisa menjawab
"apa" dan" knp "
suatu ucapan awal
jika ku dengar aku tak bisa mencernanya
dan sulit sekali menghafalnya
tapi jika apa dan knp
kau ada kata lain bersanding
maka kau utuh
aku bisa mendengarnya
sehingga ku mampu menjawabnya
jika apa dan knp terucapkan
maka aku hanya bisa menjawab kembali
apa yang sudah terucapkan.
tapi aku berfikir itu hanya sebuah pertanyaan..
yang membuat ku semakin bersandar.
pada harapan masa depan

Rabu, 28 September 2011

untuk kake ku tercinta

bandung 23 september 2011

Waktu itu
raut wajahmu mengisyaratkan fajar tenggelam
Entah lah mungkin hanya sebuah perasaan
Kau mewasiatkan permata ucapan
Mewariskan tahta kedamain
Yang mungkin tak akan ku lupakan
Waktu demi waktu raga ini telah tumbuh oleh amanatmu
Aku berharap kau tenang disana
Trimakasih banyak ku sampaikan pada tuhan
Yang telah mempertemukan kita
Di akhir perbincangan..

Di relung malam

malam ini..
bintang tak bersinar
pekat malam saat itu
ku menatap relung malam di temani angin malam
saat itu aku hampa dan tak bernyawa
sudah hendak menatap alam fana
uluran tangan yang halus
secercah sinar menerangi malam itu
aku diam membisu
ku lihat senyum sinarnya
menatapku  mengisyaratkan sebuah harapan
harapan menatap masa depan
jiwaku gemetar tenang
sejuk hati menjadi bahagia

seakan tetes air embun pagi di hinggapi sinar panorama pagi
dan indahnya padang ilalang
ku temukan dan lama kunanti
terang cahaya harapan itu
yang telah lama jiwaku mencari
yang lama hampa tak bermakna
elusan uluran hati itu
akan ku simpan erat
menyimpannya dalam genggaman perasaan
dan akan terus ku simpan
sampai suatu waktu...
suatu hari...
jika waktunya tiba genggaman itu akan ku peluk erat
menjadi uluran sinar kenyataan
menjadi kebahagiaan eloknya kehidupan
di relung menemani jiwa duka lara
sampai kita menutup mata..

for u my heart Dini Mariam. love u........